Seorang kakek menjadi Imam jama’ah sholat pada salah Langgar (Surau). Ketika hampir pertengahan sholat ada orang dengan pakaian ala Timur Tengah dan wajah ke-Arab-an.
Dia ikut sholat dan makmum pada kakek tersebut. Al Kisah, selesai sholat dan baca wiridan orang itu mendekati Si Kakek dan bertanya dengan nada yang agak lantang (kayak orasi politik gitu….);
“Pak Tua sholat tadi tidak sah…?!” Dengan agak bingung dan tertatih-tatih Si Kakek menjawab; “ Ngapunten, pripun kok mboten sah ?” “Bacaan Fatihah anda tidak benar (fasih),” jawab orang ke-Arab-an tadi.
Tanpa bicara Si Kakek tadi berjalan keluar Langgar dan menuju rumahnya. Selang tak beberapa lama Si Kakek kembali pada orang tersebut sambil membawa dua telur. “Monggo panjenengan cepeng tigan niki kaliyan maos Fatihah,” ucap Si Kakek sambil memberikan satu telur pada orang tersebut.
Dengan kebingunan dan gak tahu maksudnya orang tersebut memegang telur sambil baca Fatihah; “Bism Allah al rohman al rohim……” Selesai dia baca Fatihah Si Kakek berucap; “Panjenengan thuthuk tigan niku.” Orang tersebut menuruti saja permintaan Si Kakek dan kemudian memukul telur tersebut dengan tangannya, “Thos” langsung pecah telur itu.
Kemudian sambil memegang telur satunya Si Kakek juga membaca Fatihah; “Bism Allah al rohman al rohim……” Ketika orang tadi terbengong melihat tingkah Si Kakek, Si kakek menunjukkan telur tersebut dan mengelupas kulitnya, “wouhhh…” tak disangka ternyata telur itu telah matang. Orang tadi pun terheran-heran melihatnya. Di saat belum hilang kebinggungannya orang tadi, Si Kakek berucap; “Menawi kados ngenten waosan Fatihahe sinten ingkang MANDI.” Tanpa basi-basi orang tadi keluar Langgar; “Assalamu’alaikum…” “Wa’alakum al salam wa rohmat al Allah wa barokatuh” Jawab Si Kakek.
Dari sini aku pun berfikir dan timbul sebuah pertanyaan; ” Siapa sebenarnya yang benar ?” Orang ke-Arab-an yang baca Fatihah dengan baik (fasih) ataukah Si Kakek yang membaca Fatihah dengan berbagai kekurangannya ? Dengan melihat telur yang sudah matang tadi, apakah itu karena keikhlasan pembacanya ? Ataukah telur yang tidak matang tadi karena nafsu (emosi) pembacanya ? Wa Allah a’lam, Tuhan yang Maha Mengetahui.
Menurutku sih, ya… sama-sama benarnya…! Orang ke-Arab-an baca Fatihah dengan fersinya dan kemampuannya sendiri, Si Kakek baca Fatihah dengan fersinya dan kemampuannya sendiri. Yang salah itu adalah seenaknya menyalahkan dan tidak menghargai orang lain. Mungkin disitulah hati kita diuji, bagaimana kemampuan kita menata hati, menjernihkan pikiran, menghilangkan nafsu negatif yang menempel pada diri kita.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar