Pertama, Pondok. Pondok merupakan asrama bagi para santri, dimana para santri tinggal di kamar-kamar yang disediakan oleh kyainya dan ada pula santri itu yang membangun sendiri tempat tinggalnya. Biasanya pada setiap kamarnya berisikan antara sepuluh sampai dua puluh anak.
Keberadaan pondok (asrama) ini tentunya tidak semata-mata hanya sebagai elemen dari pesantren. Setidaknya ada tiga alasan kenapa harus menyediakan asrama bagi para santri. Pertama, adanya santri yang datang dari jauh. Kedua, keberadaan pesantren yang banyak di desa-desa dimana tidak tersedia perumahan yang cukup untuk menampung santri. Ketiga, ada sikap timbal balik (feed back) antara kyai dan santri, dimana kyai dianggap sebagai bapak dan santri dianggap sebagai anak.
Kedua, masjid. kedudukan masjid merupakan sentral pendidikan dalam tradisi pesantren. Dalam sejarah banyak menyebutkan bahwa latar belakang berdirinya sebuah pesantren terinspirasi oleh adanya masjid. Selain itu masjid juga merupakan sarana peribadatan bagi umat Islam, dimana setiap harinya dipakai untuk sholat berjama’ah lima waktu serta sholat jum’at setiap hari jum’atnya.
Ketiga, pembelajaran kitab-kitab Islam klasik (kitab kuning). Kitab kuning adalah sesuatu yang tidak bisa terpisahkan dari tradisi pesantren, dimana para santri memahami dan memperdalam agama Islam lewat kitab-kitab tersebut. Sampai-sampai hampir seluruh pesantren mengajarkan kitab yang sama, sehingga menghasilkan homogenitas pandangan hidup, kultural dan praktek-praktek keagamaan.
Keempat, santri. Santri adalah murid dari kyai atau orang yang menuntut ilmu (tholab al ilm). Jadi santri merupakan elemen yang sangat penting dalam pesantren. Dalam tradisi pesantren ada dua kelompok santri. Pertama, santri mukim, yaitu santri yang menetap dalam pesantren, biasanya yang berasal dari daerah jauh. Kedua, santri kalong, yaitu santri yang berasal dari daerah sekeliling pesantren yang biasanya tidak menetap di pesantren.
Kelima, kyai. Kyai adalah sebagai pemimpin dan guru utama para santri. Pada umumnya kyai ini juga disebut sebagai ‘ulama (orang yang ahli tentang agama Islam). Dalam pesantren posisi kyai selain sebagai sentral kebijakan juga menjadi sentral kebajikan. Istilah kyai sebenarnya berasal dari bahasa jawa yang diperuntukkan bagi tiga jenis gelar kehormatan bagi barang yang dianggap keramat, gelar kehormatan untuk orang tua pada umumnya dan yang terakhir sebagai gelar yang diberikan oleh masyarakat pada seorang ahli agama Islam atau pemimpin pesantren.
Pada kenyataannya, kyai dalam masyarakat diposisikan sebagai orang tua (yai) yang mengerti tentang semua hal. maka tak heran, bukan masalah tentang keagamaanansich yang ditanyakan pada seorang kyai, tapi juga masalah-masalah dari segi kehidupan, seperti mau beli tanah, mau menikah, masalah perekonomian, sampai pada masalah politik sekaligus.
Terlepas dari posisi dan peran kyai secara universal, kyai adalah elemen esensial dalam pesantren selain sebagai pendiri atau pemimpin pesantren, kemampuan dan karakter seorang kyai juga menentukan terhadap corak dari suatu pesantren. Ini dibuktikan bahwa keberadaan pesantren lebih dominan dinisbatkan kepada kyai ketimbang pada pesantren itu sendiri.
Source:
- Zamakhsyari Dhofir, Tradisi Pesantren; Studi Tentang Pandangan Hidup Kyai,(Jakarta: LP3ES, 1994), cet. vi
- Amin Haedari, et. al., Panorama Pesantren dalam Cakrawala Modern, (Jakarta: Diva Pustaka, 2004), cet. xiv
Tidak ada komentar:
Posting Komentar